Senin, 15 September 2008

BINROH ETIKA KREATIF DAN KEPEKAAN SOSIAL

Apa yang istimewa sehingga Media Hindu pada edisi ini menuliskan laporan  tentang pembinaan rohani di beberapa perusahaan? Tidak ada yang istimewa. Tetapi justru karena itu kami merasa perlu mengangkatnya, karena secara diam-diam, tanpa banyak gembar-gembor lembaga non formal ini telah melakukan tugasnya secara konsisten. 
Dengan berbagai nama, organisasi non-struktural, yang terdapat di berbagai lembaga, baik di pemerintahan, militer, maupun badan usaha milik negara, memberi pelayanan keagamaan kepada para anggotanya. Misalnya dengan mengadakan diskusi agama Hindu secara bulanan, dengan mengundang nara sumber dari luar; mengadakan dharma santi Nyepi dan Galungan; membagikan  buku-buku dan majalah Hindu; mengadakan bhakti sosial, memberi bantuan pendidikan kepada para siswa dan juga bantuan untuk para pinandita, seperti yang dilakukan oleh Binroh PT. Indosat. Pada umumnya kegiatan ini didanai oleh perusahaan. 
Karena masalah ruangan, kali ini, kami hanya mengangkat kegiatan empat lembaga pembinaan rohani, yaitu Bapekhin BI, Mandiri Club Bank Mandiri, Binroh PT. Telkom dan Binroh PT. Indosat. Binroh-binroh di tempat lain misalnya: Pertamina, PLN, dan Telkomsel tidak kalah kegiatannya. Telkomsel sama seperti PT. Telkom setiap tahun mengirim karyawannya yang beragama Hindu untuk melakukan tirtayatra ke India. Hal ini sejalan dengan bantun naik haji untuk karyawan Muslim dan ziarah ke Yerusalem bagi karyawan Kristiani. Alangkah baiknya  bila BUMN yang lain dapat mengikuti langkah ini. 
Kegiatan-kegiatan itu menunjukkan bahwa para karyawan itu bukan sekedar alat produksi, sebagaimana dianggap oleh Karl Marx,   yang diperas tenaganya dalam proses produksi dan konsumsi,  bukan pula   animal laborans  yang bekerja sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Mereka adalah manusia yang utuh dengan mind, body and soul (pikiran, tubuh dan jiwa), yang semuanya harus diberi perhatian secara seimbang. 
Ketika  menjabat sebagai Menteri Parpostel, Susilo Sudarman mencanangkan program IBO, singkatan dari Iman, Budaya dan Olah Raga.  Terkait dengan Iman, tiap-tiap pegawai di lingkungan departemennya  diminta untuk melakukan kegiatan kerohanian atau keagamaan sesuai dengan agama yang dipeluknya. Sebagai tindak lanjut dari instruksi ini, para pegawai Hindu di lingkungan departemen ini termasuk BUMN yang ada di bawah pembinaan teknisnya, seperti PT. Telkom, PT Indosat, PT. Hotel Indonesia, PT Pos, membentuk organisasi yang disebut Badan Pembina Rohani Hindu dan Buddha disingkat Babinrohindha.   Babinrohindha beberapa kali mengadakan kegiatan bersama, seperti diskusi bulanan, dharma santi, tirta yatra ke beberapa pura yang ada di Jabodetabek. 
Sekedar menambah warna baiklah pula diceritakan beberapa anekdote.  Para pengurus Babinrohinda  ingin memperluas keanggotaannya, dengan mengajak para karyawan di departemen lain ikut serta dalam kegiatan ini.  Mereka lalu mengunjungi pejabat atau pegawai senior di departemen-departemen lain. Ada yang menerima, tetapi ada juga yang menolak. Di satu departemen yang sebetulnya cukup banyak karyawan Hindunya, pejabat yang dianggap paling senior di departemen itu, mengatakan, ”di sini kegiatan kerohanian tidak terlalu ditonjolkan.” Apakah yang dimaksudkannya? Bukankah di sini setiap jumat pegawai yang Muslim melakukan shalat Jumat berjamaah? Dan karyawan Kristiani tiap Jumat juga mengadakan kebhaktian dengan mengundang pastor atau pendeta secara bergiliran.  
Di departemen lain, yang lebih banyak lagi karyawan Hindunya, seorang pejabat setingkat kepala Biro mengatakan dengan terus terang, sejak banyak pejabat yang berasal dari (ia menyebut satu organisasi cendekiawan yang dekat dengan pemerintah waktu itu) kami memang agak tiarap.   
Kami tidak bermaksud meremehkan hal ini, yang walaupun tidak dapat dibuktikan, tetapi dirasakan secara nyata oleh mereka.  Terlepas dari itu, para karyawan dan profesional yang berkantor di wilayah jalan Gatot Subroto, Thamrin, Sudirman dan Merdeka Barat,  lazim disebut daerah segi tiga emas, pada  tahun 2003 membentuk satu kelompok diskusi,  disebut GATSUTAMA, merupakan akronim dari nama-nama jalan itu, mengadakan kegiatan sebulan sekali dengan mengambil tempat bergilir di tiap-tiap kantor.  Diskusi yang diadakan pernah diadiri oleh Dirjen Bimas Hindu & Buddha dan Ketua Umum Pengurus Harian Parisada Pusat.  Sayang, setelah pengurusnya ke luar daerah kelompok diskusi ini tidak aktif lagi.   
 Setiap kelompok memerlukan model pembinaan tersendiri. Mereka yang tahu model pembinaan bagaimana yang diinginkannya. Mereka juga tidak hanya membina dirinya, tetapi juga sudah mulai memikirkan pembinaan bagi umat yang memerlukan. Meningkatkan pemahaman agama melahirkan moralitas dan etika kreatif sambil mengasah kepekaan sosial. 

Ngakan Putu Putra.      

Tidak ada komentar: